RSS

KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

A.    AGAMA MERUPAKAN RAHMAT BAGI SEMUA
Apabila kerukunan hidup beragama di Indonesia tercapai tentu warga asing percaya dan senang berkunjung ke Indonesia. Selain berkunjung mereka pasti percaya untuk menanam modalnya. Apakah, kita tidak senang kalau terjadi seperti itu ? Ibarat suatu rumah tangga cekcok selalu, tentu tetangga tidak akan senang. Atas dasar pemikiran ini perlu diingat kembali Pancasila dan UUD 1945 pasal 29 yang mengatur tentang toleransi umat beragama. Oleh karena kita hidup di Republik ini harus mengakui, menghormati dan melaksanakan segala perundang-undangan yang berlaku.

            Ketaatan kepada Negara kita berarti cinta kepada Negara seperti ceritanya Kumbakarna sebagai berikut: Pada waktu Rawana menyekap Dewi Sinta, Kumbakarna menasehati kakaknya tetapi apa yang terjadi Kumbakarna dimarahi dan ditendang oleh Rawana. Kejadian ini sangat menyedihkan bagi Kumbakarna, dan dia meramal bahwa Negara Alengka pasti akan hancur karena Rawana memusuhi kebenaran. Ramalan Kumba Karna ternyata benar.
            Alengka hancur. Kehancuran ini menyebabkan Rahwana bingung, terpaksa mengirim  utusan kepada aduknya Kumbakarna yang sedang bertapa. Setelah utusan tiba menyampaikan pesan Rawana, Kumbakarna menjawab sebagai berikut; sampaikan juga pesanku bahwa aku mau berperang, tetapi bukan membela Rawana, aku membela negaraku dan rakyat Alengka yang tercinta. Cinta seperti inilah harus diwujudkan. Dalam agama hindu disebut sebagai Dhama Negara, dalam Catur Guru, Negara dalam pemerintahanya sebagai Guru Wisesa artinya tidak boleh melanggar segala perundang-undangan, segala peraturan, baik formal maupun informal (aturan adat diwilayah masing-masing). Penjagaan, pembelaan kepada Negara harus bersama-sama bertekad untuk menghadapi kejahatan. Kalau dibuka dalam sastra, Atharwa Weda 11.8.5 disebutkan: “Aku satukan pikiran dan langkahmu untuk mewujudkan kerukunan di antara kamu. Aku bombing mereka yang berbuat salah menuju jalan yang benar”. Pengertian sloka ini bahwa perbuatan salah masih wajar dan akan selalu dibimbing dan diberi petunjuk oleh Tuhan. Tetapi pikiran yang menganggap diri sendiri yang paling baik. Agama yang diyakini sendiri yang paling diterima Tuhan dan yang lain jelek harus dimusnahkan. Hal ini bagi umat yang masih terbatas anumana premananya tentu sangat emosional cara menanggapinya sehingga menimbulkan bentrok. Inilah yang menyebabkan tercabik-cabiknya bangsa yang boleh dikatakan menghianati toleransi.
            Di dalam Reg Weda X. 191.3 sebagai berikut: “Wahai umat manusia pikirkanlah beragama. Bermusyawarahlah bersama. Satukanlah hati dan pikiranmu satu dengan yang lain. Aku akan anugrahkan pikiran dan ide yang sama dan fasilitas yang sama pula untuk kerukunan hidupmu”. Atas dasar sloka ini puja dan doa yang diucapkan umat Hindu adalah ”Sarwa Prani Hitangkara”. Semoga mahluk (yang bernafas) senantiasa sejahtera, demikian pula dengan mantra berikut: “Sarwa bhawantu, sukhina sarwe santuniramayah, sarwa badrani pasyantu makacid, duhteka bhagbahawet”, tegas menyatakan semoga semua memperoleh kebahagiaan, semua memperoleh kedamaian, semoga tumbuh saling pengertian dan semoga semuanya bebas dan penderitaan.
            Dalam Weda dinyatakan bahwa: “Semua mahluk, sesungguhnya bersaudara”. Kesadaran untuk persaudaraan dan persatuan semesta ini menuntut kepada semua umat manusia untuk senantiasa mengembangkan kerukunan hidup yang dinamis.
            Dalam usaha meningkatkan kerukunan antar umat beragama ini, kami kutipkan pernyataan Svami Vivekananda pada penutupan siding parlemen Agama-Agama se dunia, seratus dua tahun yang lalu tepatnya 27 September 1893 di Chicago, karena pernyataan yang disampaikan oleh pemikir Hindu terkenal lahir abad yang lalu itu senantiasa relevan dengan situasi saat ini. Pidato yang menggemparkan dunia dan memperoleh penghargaan yang tertinggi tersebut diungkap oleh Prof. Dr. I gusti Ngurah Bagus (1993) sebagai berikut; “Telah banyak dibicarakan tentang dasar-dasar umum kerukunan agama. Kini saya tidak sekedar mempertaruhkan teori saja. Namun, jika ada orang yang berharap bahwa kerukunan ini akan tercapai melalui kemenangan dari suatu ajaran yang lainnya, maka kepadanya saya akan katakana. “Saudara harapan anda ini hanyalah impian yang mustahil”. (Svami Mumukshananda, 1992:24).
            Pada waktu sampai pada akhir pidatonya, Svami Vivekananda melihat bahwa sukses besar dari parlemen Agama-Agama ini membuktikan kepada dunia: kesucian hati, kemurnian dan kebaikan hati, bukan milik ekslusif perorangan lagi. “Setiap system telah melahirkan orang-orang yang telah memiliki karakter mulia” tandasnya. Dalam hubungan dengan bukti ini, Vivekananda kembali menegaskan: “Jika seorang secara ekslusif memimpikan kelangsungan agama dan kehancuran lainnya, dari lubuk hati yang paling dalam saya menorah kasihan kepadanya dan aku menunjukan kepadanya melalui sebuah sepanduk. Setiap agama akan segera ditulis, walaupun sedikit ditentang. “Saling menolong dan tidak bermusuhan”, “Berbaur dan tidak menghancurkan”, “Harmoni, damai serta tidak berselisih” (Svami Mumukshananda, 1992). Pernyataan Svami Vivekananda dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama dewasa ini untuk bersama-sama membangun masa depan bersama.
B. TUJUAN AGAMA
            Tujuan Agama Hindu dijelaskandalam suatu rumusan maha wakya “Moksartam jagat hitaya ca iti darma” maka artinya penunggalan atma dengan brahman, kalau atma manunggal dengan Brahman dikatakan bahwa atman telah mencapai kebahagiaan tertinggi artham artinya tujuan, jagad artinya dunia, hitya artinya kesehjateraan, ca artinya dan, iti artinya ini, dharma artinya tujuan agama adalah untuk mencapai kesejahteraan hidup di dan untuk mencapai moksa, yaitu kebahagiaan tertinggi atau kebahagiaan abadi.
            Dalam keyakinan Hindu, atman yang telah mencapai moksa tidak lagi mengalami reinkarnasi atau kelahiran kembali, moksa disebut juga kelepasanngan untuk melepaskan diri maksudnya adalah lepas dari segala penderitaan karena telah mampu melepaskan diri dari ikatan duniawi, moksa juga disebut “mukti”, artinya menikmati kebahagiaan abadi terlepas dari lingkaran lahir, hidup, dan mati yang disebut samsara. Samsara, artinya penseritaan, jadi dalam pandangan Hindu hidup ini adalah penderitaan. Lahir dan hidup adalah perjuangan untuk melepaskan diri dari penderitaan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu indriya atau keinginan.
            Kesejahteraan duniawi disebut juga “bukti” secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan agama Hindu adalah untuk mencapai bukti dan mukti. Ini hanya dapat dicapai melalui pergaulan ajaran agama secara utuh.
            Kesimpulannya adalah sesungguhnya senua agama mempunyai tujuan serupa maksudnya bahwa semua agama menuntun umatnya sejahtera selama hidup di dunia ini danmendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Oleh karena itulah, sesungguhnya agama merupakan rahmat bagi kita semua.

C. KEAGUNGAN DHARMA                                      
1. Ruang Lingkup Dharma
            Semua ajaran agama merupakan ajaran kebenaran bagi penganutnya. Dalam ajaran agama Hindu biasa disebut Hindu Dharma. Sesungguhnya kata Dharma mempunyai arti dan fungsi yang sangat luas, salah satunya sebagaimana tercantum dalam pustaka Santiparwa bahwa dengan Dharma seluruh alam semesta diatur atau dipelihara. Sesuai dengan fungsinya, dharma sebagai hukum atau aturan-aturan yang mengatur dan menuntun kehidupan segenap makhluk hidup yang ada di alam ini.
            Sejalan dengan pemahaman dharma sebagai hukum yang mengatur seluruh kehidupan di alam ini, dalam pustaka suci Atharwa terdapat sebagai berikut:
            Satya berbad rtam ugram diksa
            Tapo brahma yadnya prthiwim dharayanti
            Artinya:
            Sesungguhnya satya, rita, diksa, tapa, brahma dan yadnya sebagai dharma yang mengatur kehidupan alam semesta, dengan demikian maka dharma meliputi ajaran satyam, rita, diksa, tapa brahma dan yadnya.
Secara lebih terperinci penjelasan masing-masing:
a.       Satya
Kata satya berasl dari kata “sat” yang berarti kebenaran, kejujuran atau Tuhan. Satya sebagai kebenaran merupakan sifat hakikat dari Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi Wasa atau Brahman.
      Satya dalam arti kesetiaan atau kejujuran biasanya dirangkaikan dengan kata wak atau wac sehingga menjadi kata satya wacana, yang dalam ajaran wacana susila Hindu kemudian berkembang menjadi ajaran panca satya, yaitu 5 macam kesetiaan. Bagian-bagiannya:
1.      Satya hiradaya, artinya setia atau mematuhi kata hati sebagaimana diketahui kata hati selalu mengandung kejujuran.
2.      Satya wacana, artinya kesetiaan pada kata-kata, sebagaimana diucapkan.
3.      Satya samaya, artinya kesetian pada janji, sebagaimana diungkapkan.
4.      Satya mitra, artinya kesetiaan dalam berkawan, memegang teguh sikap solidaritas.
5.      Satya laksana, artinya memegang teguh kejujuran dalam setiap perbuatan.
b.      Rta atau Ritam
Rta atau Ritam adalah hukum abadiyang ditentukan oleh Sang Hyang Widhi Wasa semacam kemahakuasaan-Nya yang diperlihatkan manusia. Jadi Ritam merukan hukum murni yang bersifat kekal dan tidak pernah berubah. Dalam pustaka suci dinyatakan bahwa mula-mula Tuhan secara evolusi menciptakan alam ini kemudian ia ciptakan hukumnya yang mengatur hukumnya tentang partikel yang diciptakannya itu, dan selanjutnya demikianlah berlakunya hukum itu untuk selama-lamanya. Contohnya: peredaran tata surya
c.       Diksa
Diksa berarti penyucian. Diksa merupakan cara untuk pengesahan melewati suatu fase kehidupan menuju suatu fase kehidupan spiritual baru yang lebih tinggi atau lebih sempurna. Pada hakikatnya diksa merupakan peningkatan taraf hidup kerohanian setelah mempelajari dan menguasai pengetahuan tentang weda, serta sanggup untuk diamalkan untuk diri sendiri maupun masyarakat.
d.      Tapa
Tapa mempunyai arti penguasa atas nafsu atau melakukan hidup suci dan harus mengendalikan panca indriya. Dengan demikian, jiwa tidak terjerat oleh maya duniawi agar atma dapat kembali manunggal dengan prama atman.
e.       Brahman
Pada mulanya Brahman berarti pujian atau pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa, berupa doa atau mantram, kemudian berkembang menjadi gelar atau sebutan terhadap yang dipuja yaitu Tuhan, Brahman atau Sang Hyang Widhi.
f.       Yadnya
Yadnya adalah korban atau pemujaan. Yadnya dapat berupa kegiatan yang didukung materiil maupun non-materiil.
2. Keagungan Dharma
Setiap orang bercita-citakan untuk mencapai moksa, manunggal dengan brahman, mendapatkan kebahagiaan kekal abadi, bebas dari reinkarnasi. Untuk mencapai hal ini, orang harus mengamalkan ajaran dharma yang mampu mengantarkan umat untuk mencapai moksa.

D. Kerukunan hidup beragama
                                                                                                                             Kerukunan umat beragama berarti antara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda bersedia secara sadar hidup rukun dan damai.  Hidup rukun dan damai dilandasi oleh toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan dan  bekerjasama dalam kehidupan sosial di masyarakat. Hidup rukun artinya hidup bersama dalam masyarakat secara damai, saling menghormati dan saling bergotong royong/bekerjasama.

Manusia ditakdirkan Hyang Widdhi sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan rasa aman.

Kitab Weda (Kitab suci Umat Hindu)  memerintahkan manusia untuk selalu menjalankan Tri Hita Karana Yaitu : selalu berbakti kepada Hyang Widdhi,  hidup rukun dengan alam lingkungan, serta hidup rukun dengan sesama umat  manusia. Dalam menjalin hubungan dengan  umat manusia, diperinthkan untuk selalu rukun tanpa memandang :  ras, kebangsaan, suku, agama, orang asing, pribumi maupun pendatang, dls. Sehingga umat Hindu selalu berdoa sebagai  berikut :
                                                                                                                      
Samjnanam nah svebhih, Samjnanam aranebhih, Samjnanam asvina yunam, ihasmasu ni ‘acchalam.(Atharvaveda VII.52.1

Artinya :

Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang dikenal dengan akrab, Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian (kerukunan/keharmonisan)

Janam bibhrati bahudha vivacasam, nanadharmanam prthivi yathaukasam, sahasram dhara dravinasya me duham, dhruveva dhenur anapasphuranti ( Atharvaveda XII.I.45)

            Artinya :

Semua orang berbicara dengan  bahasa yang berbeda-beda, dan memeluk Agama (kepercayaan) yang berbeda-beda, Sehingga Bumi Pertiwi bagaikan sebuah keluarga yang memikul beban.  Semoga Ia melimpahkan kemakmuran kepada kita dan menumbuhkan penghormatan diantara kita, seperti seekor sapi betina kepada anak-anaknya

Bahkan umat Hindu selalu berdoa untuk keselamatan seluruh mahluk hidup, seperti bait ke 5 Puja Trisandya  yang wajib dilantunkan 3 (tiga) kali dalam sehari oleh umat Hindu yang taat :

Om Ksamasva mam mahadewa, sarwaprani hitangkara, mam moca sarwa papebyah, palayaswa Sadasiwa) yang artinya : Hyang Widdhi ampunilah hamba, semoga semua mahluk hidup (Sarwaprani) memperoleh keselamatan ( hitangkara ),bebaskan hamba dari segala dosa dan lindungilan hamba. (Keterangan. : Mahadewa dan Sadasiwa adalah nama-nama ke-Maha Kuasa-an Hyang Widdhi Wasa/Tuhan YME).

Perintah-Perintah Hyang Widdhi kepada manusia supaya selalu hidup rukun :
Didalam pustaka suci weda terdapat perintah-perintah Hyang Widdhi tentang hidup rukun diantaranya :
1.      Tri Hita Karana
2.      Tri Kaya Praisudha
3.      Catur Paramita
4.      Tat twam Asi

1.      Tri Hita Karana
Tri Hita Karana artinya tiga penyebab kebahagian yaitu :
1.      Membina hubungan yang harmonis antara mausia dengan Hyang Widdhi Wasa (Parahayangan).
2.      Membina hubungan harmonis antara manusia dengan manusia tanpa membedakan asal usul, ras , suku, agama, (Pawongan).
3.      Membina hubungan harmonis anatara manusia dengan alam lingkungan ( Palemahan).
Ketiga-tiga hubungan yang harmonis  ini dapat mendatangkan kebahagiaan kedamaian, kerukunan bagi kehidupan manusia.

2.       Tri Kaya Parisudha
Tri Kaya Parisudha artinya tiga perilaku yang harus disucikan yaitu :
1.      Manacika Parisudha, yaitu mensucikan pikiran, antara lain : selalu berpikir positif terhadap orang lain,
-          Berpikir tenang          (manahprasadah)
-          Lemah lembut           ( saumyatwam)
-          Pendiam                    ( mauman )
-           Mengendalikan diri   ( atmawinigahah)
-          Jiwa suci                    ( bhawasamsuddir)
2.      Wacika Parisudha yaitu mensucikan ucapan antara lain :
-    Berkata yang lemah lembut  (anudwegakaram)
-          Berkata yang benar (satyam/wakyam/satya wacana)
-          Berkata yang menyenangkan (priyahitam  wakyam)
3.      Kayika Parisudha yaitu mensucikan perbuatan, antara lain :
-          Bertingkah laku yang santun, hormat pada orang suci / pendeta hormat pada guru.
Tri Kaya Parisudha merupakan petunjuk Hyang Widhi  (BG.XVII.14-16) kepada manusia dalam mencapai kesempurnaan hidup. Tri Kaya Parisudha diperintahkan supaya setiap orang selalu berpkir positip terhadap orang lain, berkata yang lemah lembut dan menyenagkan orang lain.
3.      Catur Paramita
Di samping itu dalam pergaulan di masyarakat manusia dperintahkan untuk selau mendasarkan tingkah lakunya kepada “catur Paramita” yaitu :
1.      Maitri
Mengembangkan rasa kasih sayang
2.      Mudhita
Membuat orang simpati
3.      Karuna
Suka menolong
4.      Upeksa
Mewujudkan keserasian , keselarasan, kerukunan dan keseimbangan.

4.      Tat Twan Asi
Apabila diterjemahkan secara artiklasi Tat Twan Asi berarti itu adalah aku atau kamu adalah aku. Dalam pergaulan sehari-hari manusia diperintahkan selalu berpedoman kepada Tat Twan Asi,  sehingga tiak mudah melaksanakan perbuatan yang apat menyinggung perasaan bahkan dapat menyakiti hati orang lain dan pada akhirnya  menimbulkan rasa iri hati benci dan kemarahan.
Tat Twan Asi menjurus kepada Tepa selira atau tanggang rasa yang menuntun manusia dalam berfikir, berkata-kata  dan berperilaku , sehingga tidak berfikir negatif terhadap orang lain, tidak berkata-kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain, dan tidak berperilaku yang dapat merugikan orang lain.

Musuh-musuh dalam diri manusia penyebab terganggaunya kerukunan dan ketentraman :
  Ada enam musu utama dalam diri manusia yang harus dikalahkan untuk meningkatkan spriritulitas manusia, sekaligus bermanfaat menciptakan kerukunan  dan kedamaian umat manusia. Ke- enam musuh yang ada pada manusia disebut Sad Ripu yaitu   :
1.      Kama artinya sifat penuh nafsu indriya terutama nafsu sex.
2.      Lobha artinya sifat loba dan serakah.
3.      Krodha artinya sifat pemarah / mudah-marah
4.      Moda artinya sifat suka mabuk-mabukan
5.      Moha artinya sifat angkuh dan sombong
6.      Matsarya artinya sifat dengki dan iri hati

Selain enam musuh utama dalam diri manusia yang harus dialahkan, adalagi yang disebut Sad Atatayi, yaitu enam kejahatan yang membuat manusia menderita sehingga dilarang untuk itu dilakukan yaitu :
1.      Agnida : membakar milik orang lain
2.      Wisada : meracuni dengan racun, orang lain atau makhluk lain.
3.      Atharwa : menggunakan ilmu hitam.
4.      Sastraghna : mengamuk atau membunuh
5.      Dratikrama : memperkosa atau pelecehan sexsual
6.      Rajapisuna : Memfitnah






E.  PEMAHAMAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA
Masyarakat Indonesia dianut berbagai agama yang tersebar dan berbaur di seluruh kawasan baik perkotaan maupun pedesaan Indonesia. Pemahaman tentang kerukunan beragama semakin menjadi penting atas dasr kenyataan bahwa komunikasi antar penganut agama tidak dapat dihindari lagi. Kerukunan adalah kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong, sesuai dengan ajaran agama dan keprobadian Pancasila.
            Hidup merupakan pengamalan ajaran agama masing-masing dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai insan individual maupun insan sosial, taat dan berbudi luhur. Kerukunan hidup beragama menggambarkan kondisi masing-masing agama, oleh masing-masing penganut tanpa menimbulkan benturan yang meresahkan di antara penganut agama karena adanya sikap saling menghormati, harga menghargai, saling pengertian yang mendalam. Masing-masing penganut menjalankan ibadahnya tanpa merugikan dan dirugikan oleh penganut agama lainnya.  Kerukunan hidup beagama tidak pul berarti mencampur adukkan ajaran agama yang berbeda.
C. PERANAN AGAMA DALAM KEHIDUPAN
1. Agama memberikan petunjuk untuk mengenali diri sendiri bahwa ia adalah ciptaan, dan mengenal ciptaan, dan mengenal penciptaannya, penguasa dan pengatur alam semesta. Sang penciptalah yang mengatur segala-galanya melalui hukum kodratnya, di mana manusia adalah ciptaan dan tidak kuasa menentang kodratnya. “Dharma widhrtah prajah” dengan dharma Tuhan mengatur seluruh alam semesta.
2. Agama membimbing umat manusia dan mengantarkannya untuk mencapai kesejahteraan hidup jasmaniah selama hidup di dunia ini maupun mencapai kebahagiaan rohaniah (surgawi) di akhirat nanti.
3. Agama membimbing manusia dari segala  profesi agar mengenal yang baik dan yang buruk, mengenal hakikat tujuan hidup sehingga selalu memilih berbuat baik, berupaya melebur yang buruk agar menjadi baik.
4. Agama menyadarkan manusia bahwa sesungguhnya manusia mempunyai kemampuan untuk memperbaiki dirinya sendiri, dari kesengsaraan menuju kebahagiaan hidup.
5. Agama menuntun dan memberi jalan menuju surga, suatu kebahagiaan abadi yang menjadi tujuan tertinggi dari setiap manusia.
D. KERUKUNAN DALAM KEBERSAMAAN
Di dalam Chandayoga Upanisad terdapat suatu dalil yang berbunyi “TAT TWAM ASI” yang bermakna “ Itu adalah Engkau, Dia adalah Kamu, Aku adalah dia, Engkau adalah Aku. Jelas, bahwa setiap manusia adalah saudara dari manusia lainnya dan teman dari insan ciptaan-Nya.
Sebagai warga negara, umat Hindu wajid tunduk dan patuh kepada konstitusi, sedangkan sebagai umat Hindu ia harus tunduk dan patuh mengamalkan ajaran Weda, dalam kehidupansehari-hari secara nyata. Oleh karena itu, dalam rangka sosialisai dan membudayakan nilai-nilai luhur agama dalam proses pembinaan kerukunan dalam kebersamaan umat Hindu harus mengamalkan ajaran agamanya secara benar debgab mengupayakan interpretasi terhadap mantra-mantra/Weda sehingga mampu memberikan kontribusinya terhadap kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
   Contoh pengamalan dharm agama dan dharma negara. Umat Hindu yang melakukan perkawinan pertama ia harus melaksanakan wiwaha samskara, yaitu upacara perkawinan menurut agama Hindu. Dengan upacara ini menurut agama Hindu ia telah berumah tangga. Perkawinan ini harus didaftarkan di catatan sipil, agar mendapat pengsahan menurut undang-undang perkawinan. Dengan terdapat di catatan sipil barulh perkawinan itu sah menurut agama dan sah pula menurut hukum yang berlaku
Dengan demikian, umat hindu dapat seiring, selaras, serasi dan seimbang dengan umat lain karena memiliki dasar pandangan yang sama di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dari pada itu  maka suasana kerukunan beragama dalam kebersamaan maupun sinergi suku, ras, antargolongan yang penuh kedamaian dan didorong oleh rasa kesadaran nasional niscaya akan terwujud dengan harmonis.


E . HAKEKAT KEBERSAMAAN DALAM PLURALITAS BERAGAMA
            Kebersamaan dalam pluralitas beragama tidak jauh berbeda dengan sloka sloka yang telah diungkap di atas. Namun Hindu tidak pernah ada anggapan lain terhadap suku, agama yang berbeda di Indonesia bahkan di dunia karena dipengaruhi oleh ajaran Tat Twam Asi, bahkan di dunia karena dipengaruhi oleh ajaran Tat Twam Asi, bahwa atman yang ada pada masing - masing mahkluk bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa (Paramatma). Aplikasinya menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Pengertian ini tercermin dalam dasar - dasar budi pekerti yaitu: kalau ingin dihormati, hormatilah oranglain. Bagi Hindu orang yang mencapai surga adalah siapa saja yang tidak terikat terhadap obyek- obyek duniawi dan memiliki karma sesuai dengan ajaran agama mempunyai sradha yang kuat terhadap Tuhan. Jadi tidak membedakan kelas, status, dan agama manusia. Demikian pula dalam berdoa, tidak hanya mendoakan keselamatan bagi orang Hindu saja, melainkan mendoakan keselamatan bagi semua makhluk.
            Toleransi Agama adalah salah satu tema dari Maklumat Asoka: ''Raja yang dicintai oleh Dewata menghargai setiap bentuk dari keimanan beragama, tetapi menganggap tiada satu pun pemberian atau kehormatan yang melebihi dari penambahan sari agama, karena inilah akarnya untuk menghormati keimanan oranglain. Siapapun bertindak berlainan berarti melukai agamanya sendiri, sedang dia sendiri berbuat kesalahan terhadap oranglain. Semua susastra dari semua bentuk agama akan berada berada dibawah perlindungan saya. Penguasa Hindu dan Budha di India bertindak dengan menggunakan azas ini dan sebagai akibatnya mereka yang dihukum karena alasan - alasan agama dan pelarian dari berbagai agama menemui tempat perlindungan di India. Yahudi, Kristiani, dan Parsi diberi kebebasan mutlak untuk mengembangkan kepercayaan mereka. Yuan Chwang melaporkan bahwa di dalam festival besar prayaga, raja Harsa pada hari pertama meresmikan area Budha, dan area Dewa Surya, yang merupakan stanadevata ayahnda Raja, diresmikannya pada hari kedua serta arca Siva pada hari yang ketiga. Prasasti Kottayam si Sthanuravi (abad IX M) dan prasasti Chocin dari Vijayaraganeva menjelaskan bukti - bukti bahwa raja - raja Hindu bukan saja mentolerir Kristiani tetapi juga memberi konsesi khusus kepada seorang guru besar dan kepercayaan tersebut. Seorang Pangeran Hindu dari Mysore menyampaikan sumbangan untuk pembangunan kembali Gereja Kristiani di negaranya (Radhakrishnan,2002:51).
            Demikian pula di Indonesia pada masa kejayaannya Majapahit kita temukan betapa kerukunan hidup beragama telah dapat diwujudkan, sasanti Bhineka Tunggal Ika yang kini menjadi lambang Negara tersurat dalam pita yang dibawa oleh burung Garuda Pancasila  merupakan produk dari Kerajaan Nasional ini. Pada zaman Majapahit agama Hindu dan Budha berkembang dengan berbagai sekta dari kedua agama tersebut yang mendapat tempat dihati sang Raja. Di Bali hubungan antara umat beragama telah berjalan harmonis sejak masa kerajaan Hindu di masa lalu. Pada masa kerajaan Hindu di Bali, kita jumpai komunitas Islam hampir tersebar di 8 kerajaan di Bali saat itu. Mereka umumnya diberi tugas sebagai sah Bandar, sebagai pemelihara gajah atau kuda - kuda kerajaan dan prosesi lainnya.
Hubungan yang harmonis antar umat beragama kita warisi hingga kini berupa kearifan-kearifan yang perlu dilestarikan terus. Kearifan masa laku, ketika kerajaan Hindu di Bali bersentuhan dan mengenal agama lain, pada masyarakat Bali muncul rasa persaudaraan yang tulus. Mereka hingga kini dengan tulus menyebut umat beragama Islam sebagai “Nyaman Tiang Selam” (Saudara saya beragama Islam), demikian pula “Nyama Kristen” (Saudara Kristen) kepada mereka yang beragama Kristiani dan untuk etnis China disebut sebagai “Nyama Kelihan” (saudara yang lebih tua). Implikasi selanjutnya adalah hari-hari raya mereka, semuanya disebut dengan Galungan, seperti Galungan China untuk menyebut hari Imlek, Galungan Kristen untuk menyebutkan hari raya Natal dan Galungan Selam untuk menyebutkan Idul Fitri. Kearifan tidak hanya dalm prilaku dan pergaulan sehari-hari, tetapi juga dalam hal pelaksanaan upacara agama. Di Kabupaten Karangasem, saudara-saudara umat Islam bias mengunjungi dan juga membantu suksesnya sebuah upacara agama yang dilaksanakan oleh umat Hindu, namun dalam penyiapan hidangan umat Hindu sangat menyadari apa yang harus dilakukan dan yang mana tidak boleh atau merupakan pantangan. Oleh karenanya masyarakat mengenal jenis hidangan yang disebut,”Selaman” (Makanan khas Islam) misalnya tidak menggunakan daging babi, tetapi khusus kambing dan bahkan ketika mulai kambingnya disembelih, memasak dan menyajikannyapun diserahkan sepenuhnya kepada saudara-saudara yang yang beragama Islam untuk melayani mereka yang beragama Islam atau umat Hindu yang berpantangan makan daging babi.
Dikalangan umat Hindu sendiri terdapat berbagai variasi dalam penyajian makanan dalam rangkaian upacara agama misalnya berpantangan makan makanan dari daging (vegetarian) disebut “Tan mangan sarwa mambekan”, kepadanya disiapkan makanan berupa kacang goring, bawang goring dan saur kelapa atau sambal, kadang-kadang juga telor rebus. Yang lain yang tidak boleh memakan makanan dari daging babi, umumnya disebut “Suci”, seperti untuk pandita Hindu, juga ada “pemijian”, yang boleh menikmati makanan dari daging babi, tetapi harus dipisahkan sendiri, yakni mereka tidak boleh diajak makan bersama dalam tradisi “megibungan” (makan bersama duduk bersila melingkar antara 4 sampai 8 orang dalam sikap yang tertib sesuai aturan) , di Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli. Kini hal-hal tersebut masih lestari menunjukan telah ditanamkanya sikap toleransi yang sejati, yakni menghargai adanya perbedaan-perbedaan di antara anggota masyarakat.
Galungan dan Kunungan, seperti halnya hari Raya Idul Fitri dan Natal disambut dengan meriah, sikap umat Hindu dengan kegembiraan menyambut hari kem Upacara galungan dan kuningan merupakan kelanjutan tradisi perayaan Durga Puja dan Vijaya Dasami di India yang telah diperibumikan oleh misionaris Hindumasasilam. Berbeda halnya dengan hari raya Nyepi tepatnya hari raya memperingati pergantian Tahun Baru Saka yang datang setiap tahun sekali sekitar Maret atau April. Hari raya Nyepi diperingati justru dengan pelaksanaan Tapa, Brata atau Meditasi dan berbagai pantangan, seperti Upawasa (tidak menikmati makanan dan minuman), Mona Brata (tidak berbicara) dan Catur Brata Nyepi (4 jenis pantangan), yakni tidak memasak dan menggunakan api untuk memasak atau menerangi, tidak bekerja, tidak bepergian (meninggalkan rumah) dan tidak boleh menikmati hiburan atau kesenangan duniawi.
            Saat Hari Raya Nyepi pulau Bali seperti pulau mati, karena tidak ada aktivitas di dalam rumah dandi jalan-jalan raya. Semuanya pada menyepikan diri, duduk hening, bermeditasi atau membaca-baca buku agama berbeda dengan sehari sebelumnya, saat itu disebut hari “Bhuta Yajnysz’ atau “ Pangrupukan”, Ogoh-ogoh sebagai perwujudan Bhuta Kala diusung untuk diberikan sajian, supaya jangan mengganggu ketentraman masyarakat. Pada Hari Raya Nyepi merupakan hari keheningan, hari meditasi massal umat Hindu di Bali.
            Bila hal tersebut datangnya bersamaan dengan hari Idul Fitri atau Idul Qurban. Ternyata muncul kearifan dari pemuka umat bergama.Pemerintah Daerah Bali bersama Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Bali menjadi mediator, dan kegiatan seperti Takbiran, Taraweh dikalangan umat Islam dan sebagainya dibatasi hanya dilakukan diseputar masjid dan volumenya diperkecil. Umat Islam akan Sholat pada Masjid terdekat saja. Kesepakatan ini telah diwarisi dan merupakan tradisi yang sangat perlu untuk tetap dilestarikan, mengingat pluralisme agama dan kekhasan daerah Indonesia merupakan realitas yang mesti dihargai seperti kita menghormati dan menjungjung tinggi agama yang kita anut. Semoga kearifan-kearifan budaya ini tumbuhdan berkembang terus di bumi nusantara guna mencegah disintegrasi.
            Kerukunan hidup beragama dalam negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, serta “menjungjung tinggi sila 1 yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan tugas dan kewajiban kita bersama. Sebagai umat beragama hal ini secara jelas telah ditetapkan oleh pemerintah dengan Tri Kerukunan hidup beragama, yang menjadi tugas pada Departemen Agama selaku pembina dan pengawasannya.
            Tri Kerukunan Umat Beragama meliputi:
1.      Kerukunan intern umat beragama
2.      Kerukunan antar umat bergama.
3.      Kerukunan antar umat beragama dengan Pemerintah.
Kerukunan akan dapat tercapai kalau ada kerukunan dalam fikiran, kata-kata dan perbuatan (pelaksanaan), disertai kesadaran yang tinggi dan ketulusan hati nurani.















DAFTAR PUSTAKA

Ariasna Tut De. 1997.Kepemimpinan Hindu. Surabaya:Paramita
Sudharta Tjok Rai.1997.Slokantara. Denpasar: Upada Sastra
Tagore Rabndranath. 1998. Surat Wasiat, Penerjemah; Sunaryono Basuki K.S. Denapasar: Upada Sastra.
Winawan Winda I Wayan, dkk.2003. Materi Substansi Kajian Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Hindu. Diktat Kuliah

OLEH :
1.              Ni Luh Saras Priyanti                               
2.              Ni Made Dwi Lestari                                    
3.              Ni Luh Gede Manik Vira Yanti                
4.              Ni Made Nain Pebriyanti                      


0 comments:

Posting Komentar