SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA HINDU
A.
Perkembangan
Hindu di India
Pada mulanya Agama Hindu muncul di
lembah sungai Sindhu di India sebelah barat, tepatnya di Punyab, yaitu hulu sungai Sindhu yang bercabang lima.
Menurut pendapat Tilak, Wahyu Tuhan yang pertama telah diturunkan pada tahun
6000 SM.
Sumber
pokok ialah kitab-kitab suci Hindu yang
terhimpun dalam Weda Sruti, Smerti, Itihasa, Upanisad dan sebagainya. Filsafat
maupun kebudayaan yang tumbuh di India bersifat religius dalam arti bernafaskan
keagamaan dan agama Hindu merupakan sumber kekuatan rohani yang menjiwainya.
Perkembangan agama Hindu dapat di ketahui dari
kitab-kitab suci agama Hindu yang terhimpun dan Veda Sruti, Veda Smrti,
Itihasa, Upanisad dan sebagainya. Perkembangan agama Hindu di India, berlangsung
dalam kurun waktu yang sangat panjang yaitu berabad-abad hingga sekarang. Perkembangan
Hindu di India oleh Radhakrisnan dibagi menjadi 4 (empat) periode. Keempat
periode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
Zaman
Veda (1500 SM-600 SM)
Zaman weda meliputi 3 zaman yaitu :
a. Zaman
Veda Kuna
Zaman ini dimulai dari datangnya bangsa Arya kurang
lebih 2500 tahun sebelum masehi ke India. Dengan menempati lembah sungai
Sindhu, yang juga dikenal dengan nama Punyab (daerah lima aliran sungai) bangsa
Arya tergolong ras Indo Eropa. Yang terkenal sebagai pengembira, cerdas, tanguh
dan terampil.
Zaman Veda Kuna merupakan Zaman penulisan wahyu suci
Veda yang pertama yaitu Rg Veda. Kehidupan beragama pada Zaman ini di dasarkan
atas ajaran-ajaran yang tercantum pada Veda Samhita. Veda adalah kitab suci agama
Hindu, sumber ajaran agama Hindu adalah kitab suci Veda. Semua ajaran
bernafaskan Veda, Veda menjiwai ajaran agama Hindu, karena itu agama Hindu diketahui
kewenangan ajaran kitab suci Veda. Veda adalah wahyu atau sabda suci Tuhan Yang
Maha Esa atau Hyang Widhi Wasa, yang diyakini oleh umatnya sebagai anadi ananta yakni tidak berawal dan
tidak di ketahui kapan diturunkan dan berlaku sepanjang masa. Namun demikian
dikalangan sarjana, baik Hindu maupun barat telah berikhtiar untuk menentukan kapan
sebenarnya Veda itu di wahyukan hal ini dikemukaan antara lain oleh :
1. Lokamaya
Tirakshastri :
Memperkirankan Veda
sudah diturunkan sekitar 6000 tahun sebelum masehi.
2. Bal
Gangadhar :
Memperkirakan Veda sudah di turunkan
sekitar tahun 4000 tahun sebelum masehi, yang diterima oleh para maharesi.
Maharesi adalah orang-orang suci yang dapat
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam agama Hindu, maharesi penerima
wahyu itu tidaklah hanya seorang,
melainkan beberapa orang, yang telah popular dengan sebutan Sapta Rsi yaitu
tujuh orang rsi.
1. Grtsamada 5.
Wasistha
2. Wiswamitra 6.
Kanva
3. Atri 7.
Wamadewa
4. Bharadwaja
Selain Sapta Rsi dikenal dengan 29 Maharesi penerima
wahyu yang disebut dengan Nawavimsati Krtyasca Vedavyastha
Maaharsihbih antara lain : Swayambhu, Daksa, Usana, Aditya, Wrhaspati, Mrtyu,
Indra, Wasistha, Saraswata, Tridhatu, Tridrta, Sandyaya Akasa, Dharma, Triyaguna,
Dhanajaya, Kertayaya, Ranajaya, Gotama, Utamama, Parasara dan Vyasa.
Pada zaman Veda, dilanjutkan dengan penulisan dan
penghimpunan wahyu Veda lainnya, seperti Sama Veda, Yajur Veda, Athara Veda,
yang penulisannya mempunyai jarak waktu sangat jauh jika dibandingkan dengan Rg
Veda.
1. Rg
Veda
Merupakan yang tertua dan
terpenting. Isinya dibagi atas 10 mandala, menunjukkan kebenaran yang mutlak.
Mantramnya terdiri dari 10.552. di ucapkan untuk mengundang, mendekatkan Tuhan
Yang Maha Esa dan manifestasinya yang dipuja agar hadir pada saat upacara.
Pengucapan mantra adalah pemimpin upacara yang disebut Hotr.
2. Sama
Veda
Isinya hampir seluruhnya
diambil dari Rg Veda kecuali beberapa nyanyian pada waktu upacara dilakukan.
Jumlah mantramnya terdiri dari 1875. Penyampaian nyanyiannya diberikan lagu,
yang di ucapkan oleh pemimpin upacara yang disebut Udagar.
3. Yajur
Veda
Terdiri dari 1975
mantra, berbentuk prosa yang isinya berupa Yajur atau lafal dan doa,
pengucapnya pemimpin upacara bernama Adwaryu pada saat dilaksanakan suatu
korban upacara.
4. Atharva
Veda
Terdiri
dari 5987 mantra berbentuk prosa yang isinya berupa mantra-mantra dan
kebanyakan bersifat magis, yang memberikan tuntunan hidup sehari-hari
berhubungan dengan keduniaan seperti tampak dalam sihir, tenung, dan pedukunan.
b.
Zaman Brahmana
Pada Zaman ini ditandai dengan munculnya kitab
Brahmana sebagai bagian dari Veda Sruti yang disebut karma kanda. Kitab ini
memuat himpunan doa-doa serta penjelasan upacara korban dan kewajiban-kewajiban
keagamaan. Disusun dalam bentuk prosa yang ditulis oleh bangsa Arya yang
bermukiman di bagian timur India Utara yaitu sungai Gangga. Jumlah kitab
Brahmana banyak, antara Lain:
1. Rg
Veda
Memiliki dua jenis
yaitu Aiteriya dan Kausitaki Brahmana.
2. Sama
Veda
Memiliki kitab Tandya
Brahmana yang dikenal dengan nama Panca Wisma. Memuat legenda kuna yang
dikaitkan dengan upacara korban.
3. Yajur
Veda
Memiliki beberapa buah kitab
antara lain Taitirya brahmana untuk Yajur Veda Hitam atau Kresna dan Yajur Veda
Putih atau Sukla.
4. Athara
Veda
Memiliki Gopatha Brahmana.
Perkembangan agama Hindu pada Zaman Brahmana ini
merupakan peralihan dari Zaman Veda Samhita ke Zaman Brahmana, kehidupan
Brahman pada Zaman Brahmana ini ditandai dengan memusatkan keaktifan pada batin
atau rohani dalam upacara korban. Kedudukan kaum brahmana mendapatkan
perlindungan yang baik, karena dapat berpengaruh amat besar hal ini dapat dilihat
pada masa pemerintahan dinasti Chandragupta Maurya (322-298 SM) di kerajaan
Magadha berkat batuan Brahmana Canakya (Kautilya). Pada zaman Brahmana timbul pula
perubahan suasana yang bercirikan antara lain:
1.
Korban atau yajna mendapatkan tekanan
yang berat.
2.
Para Pendeta menjadi golongan yang
sangat berkuasa.
3.
Munculnya perkembangan kelompok-kelompok
masyarakat dengan berjenis-jenis pasraman.
4.
Dewa-dewa menjadi berkembang fungsinya.
5.
Timbulnya kitab-kitab Sutra.
Ciri-ciri
perkembangan kehidupan beragama pada Zaman brahmana ini, hidup manusia
dibedakan menjadi empat Asrama sesuai dengan warna dan darmanya yaitu :
1.
Brahmacari yaitu masa belajar mencari
ilmu pengetahuan untuk bekal menjalani kehidupan selanjutnya.
2.
Grhastha yaitu tahap hidup berumah
tangga dan menjadi keluarga.
3.
Wanaprastha yaitu hidup menjadi penghuni
hutan atau pertapa.
4.
Sanyasin yaitu kewajiban hidup
meninggalkan segala sesuatu.
c.
Zaman Upanisad
Kehidupan agama Hindu pada zaman ini bersumber pada
ajaran-ajaran kitab Upanisad yang tergolong Srurti dijelaskan secara filosofi.
Konsepsi terhadap keyakinan panca sradha dijadikan titik tolak pembahasan oleh
para arif bijaksana dan para rsi.
Melalui Upanisad yaitu duduk dekat dengan guru untuk
menerima wejangan-wejangan suci yang bersifat rahasia, ajaran-ajaran tersebut
di berikan kepada murid-muridnya yang setia dan patuh. Tempat berguru
dilaksanakan dengan sistem Pasraman, yaitu secara terbatas di hutan. Ajaran
Upanisad disebut Rahasiopadesa atau Aranyaka yang berarti ajaran Rahasia yang
di tulis di hutan. Mengenai inti pokok dan isi Upanisad yang diberikan, adalah
pembahasan hakikat Panca Sradha Tatwa.
Jumlah semua kitab Upanisad ada 108 buah dan tiap
Veda Samhitha mempunyai Upanisad sendiri, antara lain :
- Rg
Veda mempunyai :
Aitareya Upanisad
Kausitaki Upanisad
- Sama
Veda mempunyai :
Chandogya Upanisad
Kena Upanisad
Maitreyi Upanisad
- Yajur
Veda mempunyai :
Taitriyaka Upanisad
Svetasvatara Upanisad
Kausika Upanisad
Brhadaranyaka Upanisad
Jabala Upanisad
- Atharva
Veda mempunyai :
Prasna Upanisad
Mandukya Upanisad
Atharwasira Upanisad
Tuntunan-tuntunan keagamaan pada Zaman Upanisad
diarahkan untuk meninggalkan ikatan dan kembali ke asal sebagai tujuan akhir
mencapai moksa untuk menyatu pada Brahman.
Sistem hidup kerohanian melalui pasraman-pasraman
itu, kemudian menimbulkan munculnya berbagai aliran filsafat keagamaan, yang
masing-masing mencari dan menunjukan cara atau jalan pencapaian moksa itu.
Aliran filsafat yang timbul keseluruhannya dapat dikelompokkan menjadi 9 yang
disebut Nawa Darsana terdiri dari :
Kelompok
Astika yang juga disebut Sad Darsana meliputi:
1. Nyaya
2. Waesisika
3. Mimansa
4. Samkya
5. Yoga
6. Wedanta
Kelompok
Nastika meliputi:
1. Budha
2. Carvaka
3. Jaina
2. Zaman Wiracarita (600 SM-200 M)
Zaman wiracarita meliputi masa perkembangan kitab-kitab
Upanisad dan perkembangan sistem filsafat (darsana) selanjutnya dan munculnya
kitab wiracarita Ramayana dan Mahabarata sebagai konsepsi baru yang mengajarkan nilai-nilai kepahlawanan dan
kebenaran (dharma).
Kitab Ramayana dan Mahabharata sebagai epos yang
besar menyebarkan cita-cita baru mengenai kepahlawanan, kedewataan dalam
hubungannya dengan insani mencapai kebenaran dan kebahagiaan hidup yang sejati.
Zaman wiracarita ditandai dengan timbulnya banyak
pemikir-pemikir dan filosof-filosof yang
mengembangkan ajaran-ajaran filsafat, dengan bermacam aliran. Pada satu pihak
timbul aliran yang non theistis yaitu aliran yang tidak membahas masalah Tuhan maupun dewa-dewa
seperti jainan dan budha. Sedang pada pihak lain muncul pula aliran theistis
yang mengakui dan membahas masalah Tuhan sepertti Bhagawadgita dan kitab-kitab
Upanisad lainnya.
Disamping itu pada zaman ini muncul pula aliran
filsafat seperti yang dikenal dengan Sad Darsana (enam filsafat). Yang menonjol
adalah timbulnya dua epos besar yang terkenal sampai saat ini ialah Ramayana dan
Mahabharata disamping kitab Bhagawadgita sebagai bagian dari Mahabharata. Kitab
Ramayana secara garis besar isinya adalah pertempuran antara Rama dari kerajaan
Ayodya melawan Rahwana dari Alengka. Juga diuraikan tentang dasar-dasar
kepemimpinan (asta brata) dan cara-cara mencapai kemakmuran Negara. Sedangkan
Mahabharata membahas tentang perang saudara antara Pandawa dan Kaurawa.
Mahabharata terbagi dalam 18 bab yang disebut parwa.
Bhagawadgita membahas tentang jalan
bhakti (penyerahan diri), karma (jalan kerja), jnana (jalan ilmu pengetahuan),
dan yoga (penyatuan diri dengan jalan Samadhi), disamping juga memabahas
pramatma (Tuhan), purusa (jiwa), dan prakrti yaitu yang bukan jiwa atau atas
serba kebendaan.
3. Zaman Sutra
Zaman ini ditandai oleh munculnya kitab-kitab yang
memuat penjelasan uraian dan komentar-komentar terhadap kitab weda dan
mantra-mantra dalam bentuk prosa yang disusun secara singkat dengan maksud agar
dapat dengan mudah dihafal dan mudah dipergunakan sebagai buku pegangan.
Yang menonjol pada zaman sutra ini adalah munculnya
Kaipasutra yang membahas tentang yadnya yaitu cara-cara melaksanakan upacara
korban suci. Kemudian timbul Dharma sutra yaitu sutra-sutra yang membahas
tentang pengertian dharma, yang meliputi tugas dan kewajiban umat manusia
sebagaimana yang diuraikan didalam kitab-kitab weda. Disamping itu timbul juga
sutra-sutra yang menjadi sumber sistem filsafat yang timbul kemudian.
4. Zaman Scholastik
Zaman scholastik sebenarnya tidak dapat dipisahkan
dengan zaman sutra-sutra. Zaman ini ditandai dengan lahirnya pemikir-pemikir
besar sebagai umpamanya Sankara, Ramanuja, dan Madhwa. Pemikir-pemikir ini
menulis kembali ajaran-ajaran terdahulu, dengan menyusun serta memberi
interpretasi dan pengembangan-pengembangan baru, seperti misalnya ajaran
adwaita, wasistadwaita, sistem saiwa sidhanta , pratyabijna, ajaran sakti dan
lain-lain.
Adwaita berpangkal pada ajaran bahwa tidak ada
dualism, jadi tidak ada sesuatu yang nyata yang lepas dari roh yang mutlak
yaitu Brahman. Ajaran wasistadwaita berpangkal pada tiga kenyataan yang
tertinggi yaitu Iswara (Tuhan), jiwa (cit), dan benda (acit). Hanya Tuhan (Iswara)
yang bebas, sedang yang lainnya tergantung pada Tuhan. Ajaran dwaita berpangkal
pada kenyataan yang berbeda (dualis) yaitu yang tidak nyata (Tuhan) dan yang
nyata (serba benda) yang seluruhnya bergantung pada Tuhan.
B.
Perkembangan
Agama Hindu di berbagai Wilayah
Agama
Hindu adalah agama tertua di dunia, sedangkan agama-agama lainnya timbul
setelah agama Hindu ada. Bukti-bukti peninggalan sejarah yang dapat dijumpai
menunjukkan bahwa agama Hindu pernah ada dan tersebar meliputi daerah yang
sangat luas di belahan dunia ini. Beberapa
bukti peninggalan sejarah dan kepercayaan masyarakat dunia dapat kita
pergunakan sebagai dasar untuk menyatakan dan mempelajari bahwa agama Hindu
pernah berkembang di negara-negara lain selain India antara lain sebagai
berikut.
1. Agama
Hindu di Mesir
Dari
hasil suatu penggalian di Mesir didapatkan sebuah prasasti dalam bentuk inskripsi berangka
tahun 1280 sebelum Masehi, yang memuat syarat-syarat suatu perjanjian antara
Ramses II dengan bangsa Hittite. Dalam perjanjian ini dinyatakan bahwa
Maitrawaruna sebagai dewa kembar dalam Weda telah dinyatakan sebagai saksi.
Raja-raja Mesir di zaman dahulu memakai nama Ramses I, Ramses II, Ramses III
dan sebagainya. Nama Ramses sangat mirip dengan nama Rama yang dianggap sebagai
penjelmaan Dewa Wisnu. Selain itu nama Maitrawaruna adalah nama dewa-dewa yang
disebutkan di dalam Weda atau dalam konsep ke-Tuhanan agama Hindu. Dari data
ini dapat diperkirakan bahwa kebudayaan yang dibawa oleh agama Hindu mempunyai
pengaruh dan pengikut di daerah ini.
2. Agama
Hindu di Gurun Sahara Afrika
Para
ahli geologi mengemukakan bahwasannya gurun Sahara adalah sebuah dasar samudera
yang telah mengering. Kalau kita perhatikan kata “Sahara” dengan kata “Sagara”
sangat mirip, sehingga diyakini bahwa nama Sahara merupakan pengembangan dari
kata Sagara. Bahwa pada waktu sahara masih merupakan laut, penduduk di sekitarnya
kebanyakan menggunakan nama yang bernada sansekerta. Bahkan dikatakan bahwa
mereka mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penduduk negeri Kosala.
Kosala adalah nama Negara yang diceritakan dalam kitab Mahabharata. Agak jauh
dari pantai Timur Afrika terdapat sebuah pulau yang bernam Madagaskar. Di pulau
ini bayak nama-nama yang erat hubungannya dengan nama Rama.
3. Agama
Hindu di Meksiko
Dalam
buku The Maya Indians of Southern
Yucatan, North and British Honduras, karya T.W.F. Gann, halaman 56, atas
dasar penyelidikannya dinyatakan bahwa di Meksiko terdapat salah satu hari raya
yang dirayakan oleh penduduk, bertepatan dengan saat perayaan Nawaratri yang
disebut hari raya Rama Sita. Di samping itu dalam buku Harbilas Sarda’s Hindu Superiority, karya Baron Humboldt, halaman
151, dijelaskan bahwa dari hasil penggalian peninggalan sejarah di daerah ini
didapatkan sejumlah patung-patung Ganesha. Patung Ganesha erat sekali
hubungannya dengan kebudayaan Hindu. Di samping itu penduduk asli di daerah ini
disebut Astika, merupakan penganut yang meyakini ajaran Weda. Kata Astika erat
sekali hubungannya dengan kata Aztec, yaitu nama dai penduduk asli di daerah Meksiko.
4.
Agama
Hindu di Peru
Dalam buku Asiatic
Researches, jilid I, halaman 426, dijelaskan bahwa penduduk asli Peru
disebut Inca. Di lingkungan orang-orang Inca ada suatu hari raya tahunan yang
dirayakan pada saat matahari berada pada jarak yang terjauh dari khatulistiwa.
Kata Inca mirip dengan kata ina yang kemungkinan besar berasal dari kata ina
(bahasa Sansekerta) yang berarti matahari.
Suatu kenyataan bahwa orang-orang Inca mengenal hari raya
yang berhubungan dengan matahari. Jadi mereka tergolong para pemuja Surya.
Surya adalah nama lain dari Adhitya, salah satu nama Dewa dalam Hinduisme.
5.
Kenyataan
yang berhubungan dengan Nama Kalifornia
Salah satu kitab Smerti Hindu yaitu dalam kitab Purana
dikenal suatu cerita tentang raja Sagara. Dikisahkan Raja Sagara dengan 60.000
putra-putranya di bakar hancur menjadi debu oleh resi Kapila. Raja Sagara
beserta putra-putranya pergi ke Pata Loka yaitu negeri di balik bumi, dalam
usahanya mencari kuda persembahan untuk upacara Aswameda Yadnya (upacara korban
kuda). Kuda
yang mereka cari ditemukan di dekat resi Kapila yang sedang melakukan tapa
brata yoga samadhi. Karena diganggu, maka resi kapila menjadi marah dan dengan
pandangan matanya mereka dibakar habis menjadi abu Patala Loka berarti negeri
di balik bumi, sedangkan negeri di balik bumi India adalah Amerika. Nama Kalifornia sangat mirip dengan nama Kapila Aranya dan
mungkin sekali nama Kalifornia memang berasal dari nama Kapila Aranya. Kemungkinan ini diperkuat
dengan adanya kenyataan bahwa di California terdapat cagar alam Taman Gunung
Abu (Ash mountain park), demikian
juga sebuah pulau Kuda (Horse Island)
di Amerika Utara.
6.
Agama
Hindu di Australia
Sebuah buku The
Native Tribes of Central Australia, karangan Spencer Gillen, halaman 1899,
menguraikan bahwa di kalangan penduduk asli Australia memiliki suatu tarian tradisional yang menggambarkan Siwa dan disebut siwa dance atau tarian siwa. Tarian ini umum di kalangan penduduk asli.
Berdasarkan hasil penyelidikan secara teliti maka
diketahui bahwa para penarinya menggambari dahi mereka dengan simbul mata
ketiga. Hal ini merupakan bukti bahwa penduduk Australia sudah mempunyai kontak
dengan kebudayaan Hindu. Dalam kebudayaan Hindu, Dewa Siwa memakai mata ketiga
yang terletak di antara dua kening, yaitu disebut Trinetra atau Trikuta.
7.
Agama
Hindu di Afghanistan
Di Afghanistan telah ditemukan arca ganesa dari abad ke-5
M yang ditemukan di Gardez, Afghanistan sekarang (Dargah Pir Rattan Nath, Kabul). Pada
arca tersebut terdapat tulisan ’’besar
dan citra indah mahavinayaka’’ disucikan oleh Shahi Raja Khingala. Arca
Ganesa tersebut menunjukkan bahwa agama hindu merupakan agama yang dianut oleh
masyarakat di Afghanistan pada abad ke-5 hingga abad ke-7.
Di Kampuchea saat ini terdapat taman wisata arkeologis
angkor wat, yaitu kompleks kuil-kuil yang terdiri dari angkor wat, bayon, dan
banteay srey. Angkor Wat merupakan candi Hindu yang dibangun sebagai
penghormatan kepada Dewa Wisnu dan sebagai simbol kosmologi Hindu. Angkor pernah menjadi kota suci tujuan para
peziarah dari seluruh kawasan Asia Tenggara.
8.
Agama
Hindu di Filipina
Bukti-bukti pengaruh Hindu di Filipina, yaitu dengan
ditemukannya prasasti tembaga laguna atau disebut juga keping tembaga laguna.
Prasasti tembaga laguna adalah dokumen tertulis pertama ditemukan dalam bahasa Filipina. Piring itu ditemukan pada tahun 1989 oleh E.
Alfredo Evangelista di laguna de Bay, di Metroplex, Manila, filipina. Prasasti
tersebut bertuliskan tahun 822 saka. Dalam prasasti tersebut terdapat banyak
kata dari bahasa Sanskerta, Jawa
Kuno, Malaya Kuno, dan Bahasa Tagalog Kuno.
C.
Sejarah
Perkembangan Agama Hindu di Indonesia
Sebelum pengaruh Agama Hindu diterima oleh bangsa
Indonesia, J. Brandes menyatakan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa bangsa
Indonesia telah mengenal 10 (sepuluh) macam unsur kebudayaan asli yang meliputi
: pengetahuan berlayar, sistem mata uang, sistem susunan pemerintahan, memande
logam, seni membatik, seni wayang, seni gamelan, dan metrum (puisi berbentuk
matrik). Sebelum pengaruh agama Hindu memasuki wilayah Indonesia, bangsa
Indonesia telah mengenal dan menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang.
Untuk mengadakan pemujaan ke hadapan roh nenek moyang dipergunakan arca
perwujudan. Pengaruh peradaban Hindu masuk ke Indonesia melalui proses
akulturasi yakni perpaduan antara budaya asli Indonesia dengan budaya Hindu
India.
Proses peradaban Hindu memasuki dan mempengaruhi
peradaban asli Indonesia dikemukakan oleh para sarjana (ahli sejarah) dari
bangsa-bangsa Barat dan Timur melalui berbagai cara. Teori masuknya agama Hindu
menurut para sarjana (ahli sejarah) antara lain :
a. Teori Brahmana
Teori
Brahmana dikemukakan oleh Van Leur.
Beliau berpendapat, bahwa masuknya pengaruh agama Hindu ke Indonesia disebarkan
oleh kaum Brahmana bersama-sama dengan kaum pedagang dari India.
b.
Teori
Ksatria
Teori
Ksatria dikemukakan oleh Majundar.
Beliau menyatakan bahwa pengaruh agama Hindu masuk ke Indonesia disebarkan oleh
para Ksatria dari India melalui peperangan.
c.
Teori Wesya
Teori
ini menyatakan bahwa, pengaruh agama Hindu
masuk ke Indonesia dikembangkan oleh kaum pedagang India. Teori ini
dikemukakan oleh Mukerjey.
d.
Teori
Pelarian
Teori
Pelarian dikemukakan oleh Dr. Kroom.
Beliau berpendapat bahwa pengaruh agama Hindu masuk ke Indonesia karena adanya
pelarian dari negara India. Di India terjadi peperangan, di antaranya yang
mengalami kekalahan melarikan diri ke
Indonesia dan yang mengalami kemenangan mengadakan upacara Aswameda yaitu
upacara pelepasan kuda.
e.
Teori
Pelaut
Pengaruh
agama Hindu masuk ke Indoensia disebarkan oleh para pelaut yang terdampar di
Indonesia. Teori ini dikemukakan oleh Dr.
Coudes.
f.
Teori
Buku
Teori
buku ini dikemukakan oleh Prof. Dr.
Purbatjaraka. Beliau berpendapat, bahwa pengaruh agama Hindu masuk ke
Indonesia melalui penyebaran buku-buku agama Hindu
Diantara beberapa pendapat tersebut,
bahwa Teori Brahmana dinyatakan paling mendukung tentang masuknya pengaruh agama
Hindu ke Indonesia. Hal ini dilandasi dengan pemikiran bahwa yang paling banyak
mengetahui tentang agama adalah mereka yang tergolong Warna Brahmana.
1.
Perkembangan
Agama Hindu di Kutai
Kutai terletak di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Kerajaan ini diperkirakan berdiri sekitar tahun 400 Masehi.
Di Kutai diketemukan 7 buah Prasasti yang berbentuk
Yupa yaitu tiang batu atau tugu peringatan untuk melaksanakan upacara kurban.
Yupa sebagai prasasti bertuliskan huruf Pallawa, menggunakan bahasa Sansekerta
dan tersusun dalam bentuk syair. Dari tulisan dalam yupa dapat diketahui bahwa
raja Kudungga mempunyai putra bernama Aswawarman, selanjutnya Aswawarman
mempunyai putra bernama Mulawarman. Prof. Dr. Kern menyatakan bahwa nama
“Kudung” adalah nama seorang kepala suku Nusantara pada waktu pengaruh Hindu
mulai masuk. Kudungga adalah raja pribumi yang telah menganut Hindu, sehingga
putranya dinobatkan menadi raja dengan upacara agama Hindu serta memberi
akhiran nama “Warman”, disesuaikan dengan nama dalam bahasa Pallawa di India
Selatan yang memakai nama Warman yang berarti pelindung.
Dalam Yupa tersebut juga disebutkan Sang Mulawarman
raja yang mulia dan terkemuka yang telah memberikan sedekah 20 (dua puluh) ribu
ekor sapi kepada Brahmana di lapangan
suci yang disebut dengan nama Waprakeswara. Waprakeswara adalah tempat suci
untuk memuja Siwa. Tulisan dalam Yupa ini mempertegas lagi agama yang dianut
oleh raja Mulawarman yaitu penganut Hindu.
Berdasarkan penemuan peninggalan sejarah berupa batu
bertulis (Yupa) dapat diketahui bahwa agama Hindu telah berkembang dengan subur
di Kutai. Hindu sebagai agama telah diterima oleh masyarakat Kutai sejak abad
ke empat (4) Masehi. Adapun pengaruh agama Hindu yang diterima oleh masyarakat
Kutai adalah Hindu ajaran Siwa.
2.
Perkembangan
Agama Hindu di Jawa Barat
Drs. R. Soekmono dalam bukunya Pengantar Sejarah
Kebudayaan Indonesia menyatakan di sekitar tahun 400-500 Masehi di Jawa Barat
terdapat suatu kerajaan yang bernama Kerajaan Taruma Negara. Yang memerintah
pada kerajaan itu adalah “Punawarman”. Kerajaan Taruma Negara meninggalkan
banyak prasasti, diantaranya prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi,
Muara Cianten, dan Tugu. Prasasti-prasasti itu kebanyakan ditulis dengan
mempergunakan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta yang digubah dalam bentuk
syair.
Dalam prasasti Ciaruteun terdapat lukisan dua
telapak kaki Sang Punawarman yang disamakan dengan tapak kaki dewa Wisnu. Hal
ini menegaskan bahwa Raja Punawarman adalah penganut Hindu yang menonjolkan
Wisnu, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsi memberikan kemakmuran. Pada
Prasasti Kebon Kopi terdapat gambaran tapak kaki gajah dari sang raja yang
dikatakan sebagai tapak kaki Airawata (gajah Indra).
Keterangan dalam prasasti Tugu mendukung pendapat
ini, yang menyatakan bahwa raja Punawarman dalam tahun yang ke-22
pemerintahannya menggali sungai Gomati yang panjangnya 6122 busur (kurang lebih
12 KM) dalam waktu 21 hari, bertempat di samping sungai yang telah ada yaitu
sungai Candra Bhaga (kali Bekasi). Pekerjaan ini ditutup dengan menghadirkan
(memberi punia) berupa 1000 ekor lembu kepada para brahmana. Penemuan arca
perunggu yang memakai atribut Wisnu dalam penggalian di Cibuaya, diperkirakan
dibuat pada zaman pemerintahan raja Punawarman. Hal ini memperkuat lagi
pendapat bahwa raja Punawarman adalah penganut Hindu yang menonjolkan Wisnu
dalam pemujaan.
3.
Perkembangan
Agama Hindu di Jawa Tengah
Keberadaan pengaruh Agama Hindu di Jawa Tengah dapat
diketahui melalui bukti-bukti peninggalan sejarah berupa prasasti. Di Jawa Tengah
tepatnya di lereng Gunng Merbabu, sebelah barat Desa Dakawu Kewedanaan Grebeng
diketemukan sebuah prasasti yang diberi nama Prasasti Tukmas. Prasasti Tukmas
ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dilihat dari
tipe tulisannya Prasasti Tukmas yang ditulis dengan huruf Pallawa berasal dari
tahun 650 Masehi. Di dalam Prasasti tersebut terdapat gambar-gambar atribut
Dewa Tri Murti seperti Tri Cula yang melambangkan dewa Siwa, Kendi sebagai
lambang Dewa Brahma dan Cakra yang melambangkan dewa Wisnu.
Berdasarkan sumber-sumber berita Tionghoa dari zaman
pemerintahan raja-raja Tang (tahun 618-696) di Jawa Tengah disebutkan ada
sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Kaling atau Holing. Sejak tahun 674
Masehi kerajaannya diperintah oleh seorang raja perempuan bernama “Raja
Sima”. Selanjutnya di dalam Prasasti
Canggal, yang memakai angka tahun Candra Sengkala yang berbunyi “Sruti Indra Rasa” berarti tahu 654 Caka
(th. 732 Masehi) menyebutkan bahwa raja Sanjaya mendirikan sebuah Lingga
sebagai simbol untuk memuja Sang Hyang Widhi dalam wujud sebagi Dewa Siwa di
sebuah bukit di daerah Kunjarakunja. Disamping itu prasasti Canggal juga memuat
kata-kata pujian kehadapan Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Hal ini
mengingatkan kita pada konsep Tri Murti.
4.
Perkembangan
Agama Hindu di Jawa Timur
Keberadaan kerajaan Kanjuruan dapat dipergunakan
sebagai salah satu landasan untuk mengetahui perkembangan Agama Hindu di Jawa
Timur. Prasasti Dinoyo merupakan bukti peninggalan sejarah kerajaan kanjuruan.
Prasasti ini banyak membicarakan tentang perkembangan Agama Hindu di Jawa Timur.
Prasasti Dinoyo ditulis mempergunakan huruf Kawi (Jawa Kuno) dengan bahasa Sansekerta
menuliskan angka tahun 760 Masehi. Dikisahkan bahwa dalam abad ke 8 kerajaan
yang berpusat di kanjuruan bernama dewa Simha. Beliau memiliki putra bernama
Limwa setelah menggantikan ayahnya sebagai raja bernama Gajayana. Raja Gajayana
mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk memuliakan Maha Rsi Agastya. Arca Maha
Rsi Agastya pada mulanya terbuat dari
kayu cendana, kemudian diganti dengan arca batu hitam.
Peresmian arca Maha Rsi Agastya dilaksanakan tahun 760
Masehi. Pelaksanaan upacaranya dipimpin oleh para pendeta ahli weda. Pada saat
itu pula Raja Gajayana dikisahkan menghadiahkan tanah, lembu dan bangunan untuk
para brahmana dan para tamu. Dinyatakan bahwa salah satu bentuk bangunan itu
yang berasal dari zaman kerajaan Kanjuruan adalah “Candi Badut”. Di dalam candi
inilah diketemukan sebuah lingga sebagai perwujudan dari dewa Siwa. Di dalam
prasasti Dinoyo juga dituliskan tentang perjalanan Maha Rsi Agastya dari India
menuju Indonesia untuk menyebarkan dan mengajarkan agama Hindu.
Selanjutnya perkembangan agama Hindu di Jawa Timur
dapat diketahui dari berdirinya Dinasti Isyanawangsa yang berkuasa tahun
929-947 Masehi. Dinasti ini diperintah oleh Mpu Sindok, yang mempergunakan
gelar “Isyana Tunggawijaya”. Isyana
Tunggawijaya berarti raja yang memuliakan pemujaan kehadapan Dewa Siwa. Setelah
kekuasaan Isyana Tunggawijaya berakhir berkuasalah raja Airlangga yang
memerintah sampai tahun 1049 Masehi. Beliau bergelar “Cri Maharaja Rake Halu Cri Lokecwara Dharmawangca Airlangga
Anantawikramottungga Dewa” yang dinobatkan oleh pendeta Siwa dan Budha.
Raja Airlangga setelah mengundurkan diri dari tahtanya beliau wafat tahun 1049
Masehi dan dimakamkan di candi Belahan. Airlangga diwujudkan sebagai Dewa Wisnu
dengan arca Wisnu duduk di atas garuda.
Banyak karya sastra bernafaskan ajaran agama Hindu
diterbitkan pada zaman Dharmawangsa, diantaranya kitab Purwadigama yang
bersumber pada kitab Menawa Dharmasastra. Sedangkan kitab Negara Kertagama,
Arjuna Wiwaha, Sutasoma, dan yang lainnya muncul pada zaman Majapahit. Pada
zaman ini juga dibangun berbagai macam candi seperti candi penataran di Blitar.
Berdasarkan petunjuk peninggalan sejarah seperti tersebut di atas dapat
dinyatakan bahwa perkembangan Agama Hindu di Jawa Timur sangat subur dan
harmonis.
5.
Perkembangan
Agama Hindu di Bali
Keberadaan agama Hindu di Bali merupakan kelanjutan
dari Agama Hindu yang berkembang di Jawa. Agama Hindu yang datang ke Bali
disertai oleh agama Budha. Setelah di Bali kedua agama tersebut berakulturasi
dengan harmonis dan damai. Kejadian ini sering disebut dengan sinkritisme
Ciwa-Budha. Disekitar zaman prasejarah sebelum pengaruh Hindu berkembang di
Bali masyarakatnya telah mengenal system kepercayaan dan pemujaan.
a. Kepercayaan
kepada gunung sebagai tempat suci.
b. Sistem
penguburan yang mempergunakan sarkopagus (peti mayat).
c. Kepercayaan
adanya alam sekala dan niskala.
d. Kepercayaan
adanya penjelmaan (Punarbhawa).
e. Kepercayaan
bahwa roh nenek moyang orang bersangkutan dapat setiap saat memberi
perlindungan petunjuk, sinar dan tuntunan rohani kepada generasinya.
Setelah datangnya Maha Rsi Markhandeya di Bali pola
kepercayaan yang sederhana ini kembali disempurnakan. Keterangan tentang Maha
Rsi Markhandeya menyebarkan pengaruh Hindu di Bali dapat diketahui melalui
kitab Markhandeya Purana. Kitab tersebut menyatakan bahwa untuk pertama kalinya
pengaruh Hindu di Bali disebarkan oleh maha Rsi Markhandeya. Beliau datang ke
Bali diperkirakan sekitar abad ke 4-5 Masehi melalui gunung Semeru (Jawa Timur)
menuju daerah Gunung Agung (Tolangkir) dengan tujuan hendak membangun asrama
atau penataran. Kedatangan beliau untuk
pertama kalinya diikuti oleh 400 orang pengiring, namun dikisahkan kurang
berhasil. Setelah pulang ke Jawa beliau kembali datang ke Bali dengan pengiring
sebanyak 2000 orang. Kedatangan beliau yang ke dua ini berhasil menanam panca
datu di kaki gunung agung (Besakih) sekarang. Selama menetap di Bali Maha Rsi
Markhandeya secara berangsur-angsur mulai meningkatkan kepercayaan masyarakat
Bali.
a. Masyarakat
Bali mulai diajarkan melakukan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi.
b. Pada
saat itu pula mulai dikenal tentang daerah Bali.
c. Pura
Besakih mulai dibangun dan difungsikan sebagai tempat memuja Sang Hyang Widhi
Wasa guna memohon keselamatan umatnya.
d. Warna
merah dan putih mulai dipergunakan sebagai ider-ider atau umbul-umbul di tempat
suci.
e. Upacara
bebali untuk keselamatan binatang dan peternakan ditetapkan pada tumpek kandang
yaitu hari Sabtu, Kliwon Uye.
Upaya dan usaha pelestarian agama Hindu di Bali
setelah Maha Rsi Markhandeya dilanjutkan oleh Mpu Sang Kulputih. Beliau
disebut-sebut sebagai pamomgmong Pura Besakih. Banyak peranan yang dilaksanakan
dan diambil oleh beliau dalam meningkatkan peran dan kualitas agama Hindu.
a. Mengajarkan
tentang bebali dalam bentuk seni yang mengandung makna simbolis dan suci.
b. Mengajarkan
orang-orang Bali Aga menjadi orang-orang suci untuk Pura Kahyangan, seperti
Pemangku, Jro Gede, Jro Prawayah, dan Jro Kebayan. Untuk menjadikan diri orang
bersangkutan suci diajarkan pula tentang tata cara melakukan tapa, brata, yoga
dan semadhi.
c. Mpu
Sang Kulputih juga mengajarkan masyarakat untuk melaksanakan hari-hari suci
seperti Galungan, Kuningan, Sugian, Pagerwesi, Tumpek dan yang lainnya.
Disamping itu juga mengajarkan tentang cara membuat arca lingga dari kayu,
logam, atau uang kepeng sebagai perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa
beserta manifestasinya.
Pada masa pemerintahan raja Marakatta Pangkaja
Sthanottunggadewa tahun 944-948 caka (1022-1026 Masehi) datanglah Mpu Kuturan
ke Bali. Setibanya di Bali Mpu Kuturan membangun asrama di Padangbai (Pura
Silayukti) sekarang. Oleh beliau masyarakat Bali diajarkan tentang Silakrama,
filsafat tentang makrokosmos dan mikrokosmos, Sang Hyang Widhi, Jiwatman,
Kharmaphala, Wali dan Wewalen. Beliau juga mengajarkan tentang Kusuma Dewa,
Widhi Sastra, Sangkara Yoga, dan tata cara membangun kahyangan atau bangunan
suci lainnya. Bangunan suci yang ada sampai sekarang dibangun menurut ajaran
beliau adalah :
a. Sanggah
Kemulan, Taksu dan Tugu untuk setiap rumah tangga dalam satu pekarangan.
b. Sanggah
pamrajan yang terdiri dari Surya, Meru, Gedong, Kemulan, Taksu, Pelinggih
Pengayatan Sad Kahyangan, dan Paibon serta lainnya untuk penyungsungan lebih
dari satu kepala keluarga atau pekarangan.
c. Pura
Dadiya, Pemaksan, Panti dan yang lainnya, yang penyungsungnya lebih dari satu
satu paibon atau pemerajan.
d. Kahyangan
tiga (Pura Puseh, Bale Agung, dan Dalem) sebagai tempat memuja Tri Murti
dibangun pada setiap Desa Pekraman atau adat.
e. Beliau
juga mengajarkan pembangunan pura Kahyangan Jagat seperti Pura Besakih, Pura
Batur, Pura Uluwatu dan lainnya.
Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong yang
berkedudukan di Gelgel tahun 1470-1550mMasehi datanglah Dang Hyang Dwijendra di
Bali. Beliau juga disebut Dang Hyang Niratha. Kedatangan beliau di Bali melalui
Blambangan-Banyuwangi, mengarungi segara rupek (selat Bali) dan sampailah di desa
Pulaki. Pengetahuan yang diajarkan Dang hyang Niratha kepada raja dan
masyarakat Bali seperti :
a. Ilmu
tentang pemerintahan
b. Ilmu
tentang peperangan (Dharmayuddha)
c. Pengetahuan
tentang smaragama (cumbwana karma) ajaran tentang pertemuan smara laki dan perempuan
d. Tentang
pelaksanaan mamukur, maligia, dan mahasraddha.
6.
Perkembangan
Hindu Setelah Proklamasi
Agama
Hindu menyebar dari asalnya yakni Lembah Sungai Sindhu (India Selatan) menuju
ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia. Tenggang waktu yang panjang dan daerah
yang luas dilaluinya tidak akan terlepas dari adanya pengaruh keadaan
(sekta/masab) yang ada. Pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk di Jawa, di
dalam prasasti Bendosari tahun 1272 Caka bertuliskan kata-kata, Bhairawa, Sora,
dan Buddha. Jadi, di dalam masyarakat Jawa pada waktu itu ada yang memuja
Sakti, menyembah Surya dan penyembah Buddha.
R.Goris
dalam bukunya yang berjudul sekta-sekta di Bali menyatakan agama Hindu di Bali
berkembang dengan beberapa sektanya. Disebutkan 9 sekta yang ada, yaitu :
a. Sekta
Ciwa Siddhanta, sekta ini lebih mengutamakan pemujaan kehadapan Siwa.
b. Sekta
Pacupata, sekta ini melakukan pemujaan kehadapan Siwa.
c. Sekta
Bhairawa, melakukan pemujaan kehadapan Dhurga.
d. Sekta
Wesnawa, mengutamakan pemujaan kepada Dewa Wisnu dan saktinya (Dewi Sri)
sebagai Dewa kemakmuran.
e. Sekta
Bodha atau Sogata, saat ini masih berkembang di Bali Selatan yakni di daerah
karangasem di Desa Budha Keling.
f. Sekta
Brahmana atau Smarta, melakukan pemujaan berdasarkan adat istiadat yang berlaku
di sekitarnya.
g. Sekta
Rsi, memiliki ciri melakukan tapa.
h. Sekta
Sora, memuja Dewa Surya sebagai Dewa yang utama.
i.
Sekta Ganesa, mengutamakan pemujaan
kepada Dewa Gana sebagi dewa penghalang berbagai macam gangguan.
Keberadaan
sekta-sekta tersebut di atas sampai saat ini di Bali sesungguhnya telah luluh
menjadi satu dalam bentuk Ciwa-Siddhanta, yakni sebagaimana tata cara agama
Hindu yang kita laksanakan sekarang ini.
Sejak
awal abad ke-20 tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 Masehi, Negara Kesatuan
Republik Indonesia diproklamasikan. Berdasarkan UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2
yang berbunyi :
a. Ayat
1
Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Ayat
2
Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Hal
ini berarti bahwa kehidupan beragama Hindu khususnya secara jelas telah
mendapat kekuatan hukum tertentu. Dengan demikian sejak zaman itu agama Hindu
di Indonesia mulai menyinarkan kembali sinarnya yang ditandai dengan munculnya beberapa
organisasi dan lembaga agama seperti :
a. Pada
tanggal 3 Januari 1946 lahirlah Departemen Agama, yang bertugas menata
kehidupan umat beragama di Indonesia.
b. Pada
tahun 1950 diberlakukanlah Undang-Undang No. 44 tahun 1950 Pemerintah (otonom)
daerah Bali mulai mengadakan pembinaan kehidupan umat Hindu termasuk memberikan
pembinaan perayaan tahun Saka (hari Nyepi) , pemeliharaan pura Besakih dan
kehidupan keagamaan yang lainnya.
c. Pada
tanggal 21-23 Februari 1959 diselenggarakanlah Pesamuhan Agung Bali di gedung
Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar, dengan hasil diputuskanlah
berdiri Lembaga Tertinggi Agama Hindu yang pada waktu itu disebut dengan nama
Parisada Hindu Dharma Bali.
d. Pada
tanggal 4 Juli 1959 Yayasan Dwijendra mendirikan Sekolah Pendidikan Guru Agama
Atas Hindu Bali. Sekolah ini pada tahun 1968 diubah statusnya menjadi
Pendidikan Guru Agama Hindu Negeri Denpasar.
e. Pada
tanggal 6 Juli 1960 Pemerintah daerah Bali menetapkan Hari Raya seperti Nyepi,
Galungan, Kuningan, Saraswati, dan Pagerwesi sebagai hari libur untuk daerah
Bali dan sampai sekarang baru hari Nyepi dinyatakan sebagai hari libur
nasional.
f. Pada
tanggal 17-23 November 1961 dilaksanakan Pesamuhan di Campuan Ubud. Pesamuhan
ini menghasilkan keputusan yang disebut Piagam Campuan Ubud, yang menghasilkan
keputusan :
-
Berdirinya pengasraman yang disebut
Dharma Asrama.
-
Memutuskan tentang Dharma Agama dan
Dharma Negara.
-
Memutuskan Weda Sruti dan Smerti sebagai
sastra Dharma Hindu di Bali.
-
Pada setiap Kahyangan tiga hendaknya
dibangun Padmasana sebagai Stana Sang Hyang Widhi Wasa.
g. Pada
tanggal 3 Oktober 1963 berdirilah Lembaga Tinggi Pendidikan Agama Hindu yang
disebut Maha Widya Bhuwana Institut Hindu Dharma, sekarang UNHI.
h. Pada
tanggal 7-10 Oktober 1964 dilaksanakan Mahasabha I dengan hasil memutuskan PHDI
bersidang setiap 4 tahun sekali. PHD Bali menjadi PHD Indonesia.
i.
Pada tanggal 3-5 September 1992 di
Denpasar telah dilaksanakan pertemuan PHD sedunia yang disebut “World Hindu Federation Meeting for Peace
Humanity”.
Demikianlah
sejarah dan perkembangan agama Hindu dari
awal sampai sekarang.
Oleh :
Ni
Made Dwi Hendrayani
Kadek
Krisna Prameswari
Kadek Ari
Diantari
Gusti Agung Made
Candhra Mahardita
3 comments:
terima kasih informasinya
sangat membantu {^_^} (y)
KEREN ULASANYA.. TINGGAL TAMBAHKAN SUMBERNYA BIAR JELAS.. SUKSME
Posting Komentar