RSS

CATUR MARGA DAN CATUR ASRAMA

A.    Catur Marga Yoga
Dalam ajaran agama Hindu kita mengenal beberapa cara untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, diantaranya disebut Catur Marga, yang berarti empat cara atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesungguhnya kata yoga, dapat juga berarti masuk atau menyatukan diri, sehingga Catur Marga Yoga dapat pula diartikan empat jalan untuk menyatukan diri dengan Tuhan untuk mencapai moksa. Keempat jalan ini memiliki nilai yang sama namun menjadi sangat utama apabila didasari dengan kesungguhan hati dan Sradha yang mantap. Keempat jalan itu adalah Bhakti Marga Yoga, Karma Marga Yoga, Jnana Marga Yoga, dan Raja Marga Yoga.

1.      Bhakti Marga Yoga
Kata Bhakti berarti menyalurkan atau mencurahkan cinta yang tulus dan luhur kepada Tuhan, kesetiaan kepadaNya, perhatian yang sungguh-sungguh untuk memujanya. Kata Marga berarti jalan atau usaha, sehingga Bhakti Marga Yoga adalah jalan pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widhi melalui cinta kasih yang luhur dan mulia. Untuk memupuk sradha harus adanya rasa bhakti dan kasih sayang terhadap Tuhan, dalam ajaran Agama Hindu dikenal 2 bentuk bhakti yaitu:
1.   Aphara Bhakti, merupakan bhakti yang dilakukan melalui pemujaan atau persembahan dengan berbagai permohonan. Dan permohonan itu wajar mengingat keterbatasan pengetahuan kita. Namun, permohonan yang dimaksudkan itu wajar dan tidak berlebihan
2.Parabhakti, merupakan bhakti yang dilakukan melalui pemujaan atau persembahan dengan rasa tulus iklas, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penyerahan diri sepenuhnya kepadaNya bukanlah dalam pengertian pasif tidak mau melakukan aktivitas, tetapi ia aktif dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan baik dan tulus niscaya akan memperoleh pahala yang baik pula.
Dalam pustaka hindu, diuraikan beberapa jenis bentuk bhakti yang disebuta “Bhavabhakti”, sebagai berikut:
1.   Santabhava adalah sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak terhadap ibu dan bapaknya.
2.   Sakyabhava adalah bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widhi, manifestasiNya, Istadewata sebagai sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan perlindungan dan pertolongan pada saat yang diperlukan
3.   Dasyabhava adalah bhakti atau pelayanan kepada Tuhan seperti sikap seorang hamba kepada majikannya.
4.   Vatsyabhava adalah sikap seorang penyembah atau memandan Tuhan seperti anaknya sendiri.
5.   Kantabhava adalah seorang penyembah atau bhakta seperti sikap seorang istri terhadap suami tercinta.
6.   Madhuryabhava adalah bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang bhakta kepada Tuhan.
Gejala-gejala dari adanya Bhakti Marga adalah:
1.      Kerinduan untuk bertemu kepada yang dipujanya
2.      Keinginan untuk berkorban
3.      Keingingan untuk menggambarkan
4.      Melenyapkan rasa takut
5.      Melahirkan rasa seni
6.      Melahirkan rasa terharu
7.      Melahirkan mitologi
Seseorang yang menjalani Bhakti Marga disebut Bhakta, sikapnya selalu merasa puas dalam segala-galanya, baik dalam kelebihan dan kekurangan. Sikapnya yang tenang dan sabar membawanya pada keseimbangan batin yang sempurna, seorang Bhakta akan selalu mengembangkan sifat Catur Paramitha yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa. Selain itu, seorang bhakta akan selalu membebaskan diri dari keangkuhan (ahamkara) dan  tidak ada ikatan sama sekali terhadap apapun karena seluruh kekuatannya dipakai untuk memusatkan pikiran kepada Hyang Widhi. Implementasi ajaran Bhakti Marga dalam kehidupan Hindu adalah:
• Pelaksanaan tri sandya dan yadnya sesa. Jalan yang utama untuk memupuk perasaan bakti ialah rajin menyembah Tuhan dengan hati yang tulus ikhlas dengan melaksanakan Tri Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam sehari, pagi, siang, dan sore hari serta melaksanakan yadnya sesa/ngejot setelah selesai memasak. Dalam kehidupan sehari -hari sebagai upaya dalam mewujudkan rasa bhakti sekaligus mendekatkan diri kehadapanya hendaknya melaksanakan puja tri sandya tersebut dengan tulus dan iklas.
• Pelaksanaan pada hari-hari keagamaan hindu, seperti hari saraswati, tumpek wariga, tumpek uye, dan lain sebagainya.
2.      Karma Marga Yoga
Karma Marga Yoga adalah jalan atau usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan perbuatan dan bekerja tanpa pamrih. Dalam Bhagawadgita tentang Karma Yoga dinyatakan sebagai berikut:
Tasmad asaktah satatam karyam karma samcara, asakto hy acaran karma param apnoti purusah. (Bhagawadgita III. 19)
Artinya:
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama.
Pada hakikatnya seorang karma yogi selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi ing pamrih. dengan menyerahkan keinginannya akan pahala yang berlipat ganda. Hidupnya akan berlangsung dengan tenang dan dia akan memancarkan sinar dari tubuhnya maupun dari pikirannya. Bahkan masyarakat tempat hidupnya pun kana menjadi bahagia, sejahtera, ia akan mencapai kesucian batin dan kebijaksanaan. Implementasi ajaran Karma Marga dalam kehidupan Hindu:
·      Ngayah dan Matatulungan. Ngayah merupakan suatu istilah yang ada di Bali yang identik dengan gotong royong. Ngayah ini bisa dilakukan di pura-pura dalam hal upacara keagamaan, seperti odalan-odalan/karya. Sedangkan matatulungan ini bisa dilakukan terhadap antar manuasia yang mengadakan upacara keagamaan pula, seperti upacara pawiwahan,mecaru dan lain sebagainya. Sesuai dengan ajaran karma yoga, maka hendaknya ngayah atau matatulungan ini dilakukan secara iklas tanpa ada ikatan apapun. Sehingga apa yang kita lakukan bisa memberikan suari manfaat.
3.      Jnana Marga Yoga
Jnana Marga Yoga artinya mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan diri dari kata-kata keduniawian. Yang dimaksud ilmu pengetahuan dalam sloka Bhagawadgita Bab IV adalah ilmu pengetahuan tentang falsafah atman. Falsafah atman adalah hakekat dari pada Tuhan dan bagian-bagian kecil (percikan roh) dari pada Tuhan itu sendiri yang disembunyikan di dalam badan manusia yang merupakan mahkluk ciptaan-Nya.Bagi mereka yang mendalami ajaran tentang falsafah Atman, ketika mereka sampai pada tingkatan mengenal Atman, maka mereka dapat dikatakan yang sudah mengenal dirinya sendiri. Bagi mereka yang sudah mengenal diri sendirilah yang dapat mengenal Tuhan-nya. Inilah kelebihan Jnana Marga (jalan ilmu pengetahuan) dibandingkan dengan marga-marga lainnya. Dengan dikuasainya ilmu pengetahuan, manusia dapat bekerja lebih efektip dan efisien, dibandingkan dengan mereka yang dungu dan sedikit pengetahuannya, baik itu masalah pengetahuan duniawi ataupun pengetahuan tentang agama, karena ilmu pengetahuan itulah yangakan menuntun manusia menuju ke jalan yang benar untuk mencapai tujuan akhir. Maka dari itu, kejarlah ilmu pengetahuan terlebih dahulu sebanyak dan seluas mungkin. Implementasi dalam kehidupan Hindu:
• Ajaran Brahmacari adalah mengenai masa menuntut ilmu dengan tulus iklas. Tugas pokok kita pada massa ini adalah belajar dan belajar. Belajar dalam arti luas, yakni belajar dalam pengertian bukan hanya membaca buku.Tetapi lebih mengacu pada ketulus iklasan dalam segala hal.
4.      Raja Marga Yoga
Raja Marga Yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai moksa, raja marga yoga mengajarkan bagaimana mengendalikan indria-indria dan vritti mental atau gejolak pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan semadhi. Tapa dan brata merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi atau nafsu yang ada dalam diri kita kearah yang lebih positif sesuai dengan petunjuk ajaran kitab suci. Sedangkan yoga dan semadhi adalah latihan untuk menyatukan atma dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.
Setiap pengikut Raja Marga Yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan rohaninya melalui Astangga Yoga. Astangga Yoga adalah delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa. Astangga Yoga diajarkan oleh Maha Rsi Patanjali dalam bukunya yang disebut dengan Yoga Sutra Patanjali. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yang merupakan implementasi dari ajaran Raja Marga adalah:
a.   Yama
Yama yaitu bentuk larangan atau pengendalian diri yang harus dilakukan oleh seorang dari segi jasmani, misalnya dilarang membunuh (ahimsa), dilarang berbohong (satya), pantang menginginkan sesuatu yang bukan miliknya (asteya), pantang melakukan hubungan seksual (brahmacari) dan tidak menerima pemberian dari orang lain (aparigraha).
b.   Nyama
Nyama yaitu bentuk pengendalian diri lebih bersifat rohani, misalnya Sauca (tetap suci lahir batin), Santosa (selalu puas dengan apa yang datang), Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan) dan Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan).
c.    Asana
Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, terartur dan disiplin.
d.   Pranayama
Pranayama yaitu mengatur napas sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu puraka (menarik napas), kumbhaka (menahan napas) dan recaka (mengeluarkan napas).
e.    Pratyahara
Pratyahara yaitu mengontrol dan mengendalikan indriya dari ikatan objeknya, sehingga orang dapat melihat hal-hal suci.
f.     Dhyana
     Dharana yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu objek. Dhyana dapat dilakuakan terhadap Ista Dewata,
g.   Dharana
Dharana yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan
h.   Samadhi
Samadhi yaitu penyatuan atman (sang diri sejadi dengan Brahman) bila seseorang melakukan latihan yoga dengan terartur dan sungguh-sungguh maka ia akan mendapat etaran-getaran suci dari wahyu Tuhan.
    
B.     Catur Asrama
Secara etimologi Catur Asrama berasal dari bahasa sansekerta yaitu kata catur dan asrama. Catur berarti empat dan asrama berarti tempat atau lapangan “kerohanian”. Catur Asrama adalah empat fase atau jenjang kehidupan yang wajib “harus” oleh manusia, sehingga tercapai kesempurnaan hidup didunia dan akhirat. Jenjang kehidupan itu bersarkan atas tatanan rohani, waktu, umur, dan sifat perilaku manusia. Tiap- tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Sebagai contoh adanya perbedaan sifat tugas dan kewajiban seorang bapak dengan ibu dengan anak- anaknya. Menurut agama Hindu pembagian tingkat kehidupan manusia sesuai dengan sistem Catur Asrama, ialah sebagai berikut:
1.      Brahmacari Asrama
Brahmacari berasal dari 2 kata , brahma dan cari . Brahma artinya ilmu pengetahuan suci dan Cari ( car ) yang artinya bergerak. Jadi brahmacari artinya bergerak di dalam kehidupan menuntut ilmu pengetahuan ( masa menuntut ilmu pengetahuan ). Dalam kitab Nitisastra II, 1 masa menuntut ilmu pengetahuan adalah maksimal 20 tahun, dan seterusnya hendaknya kawin untuk mempertahankan keturunan dan generasi berikutnya. Brahmacari juga dikenal dengan istilah ” Asewaka guru / aguron-guron ” yang artinya guru membimbing siswanya dengan petunjuk kerohanian untuk memupuk ketajaman otak yang disebut dengan ” Oya sakti ” . Brahmacari merupakan tingkatan bagi seseorang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Brahmacari dilakukan sebelum memasuki masa berumah tangga atau Grhasta. Tetapi implementasinya sekarang banyak orang – orang yang sudah memasuki masa Grhasta tetapi masih menuntut ilmu. Perlu diketahui masa Brahmacari zaman dahulu beda dengan sekarang. Kalau dahulu selama masa brahmacari memang benar – benar menuntut ilmu sampai tuntas. Seperti dalam cerita Ramayana bahwa Rama dan saudara – saudaranya menuntut ilmu sampai tuntas, baru setelah itu mereka dikembalikan kepada orang tuanya. Kalau sekarang banyak faktor yang mempengaruhi mungkin dari segi ekonomi, sosial, dan budaya.
Rentang waktu yang dimiliki seseorang untuk menuntut ilmu pengeahuan tidak terbatas adanya, Mengingat adanya pendidikan seumur hidup dan dalam kaitannya dengan perilaku seksual, maka ajaran Brahmacari dalam hubungannya dengan melakukan nafsu sex dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:
1)      Sukla Brahmacari
Sukla Brahmacari namanya orang tidak lahir dari sejak lahir sampai ia meningggal. Hal ini bukan karena impoten ata lemah syahwat. Dia sama sekali tidak punya niat untuk melaksanakan hubungan seksual atau tidak pernah kawin sampai umur lanjut gua mencapai kesempurnaan hidup. Contoh orang yang melaksanakan sukla brahmacari. Taruna Laksamana dalam cerita Ramayana, dan Bhisma dalam Mahabarata.
2)      Sewala Brahmacari
Kawin hanya sekali dalam hidupnya walau apapun yang terjadi ia akan tetap berpegangan pada ajaran Sewala Brahmacari.
3)      Kresna Brahmacari
Kawin hanya lebih satu kali, maksimal empat kali. Perkawinan ini diperbolehkan apabila istri tidak melahirkan, istri tidak bisa melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.
Syarat Kresna Brahmacari
-        Mendapat persetujuan dari istri pertama
-        Suami harus bersikap adil terhadap istri-istrinya
-        Sebagai ayah harus adil terhadap anak dan istri-istrinya.

2.      Grahasta Asrama
Kata grahasta berasal dari dua kata. Grha artinya rumah, stha artinya berdiri. Jadi grahasta artinya berdiri membentuk rumah tangga. Dalam memasuki masa Grehasta diawali dengan suatu upacara yang disebut Wiwaha Samskara (Perkawinan) yang bermakna sebagai pengesahan secara agama dalam rangka kehidupan berumahtangga (melanjutkan keturunan, melaksanakan yadnya dan kehidupan sosial lainnya). Oleh karena itu penggunaan Artha dan Kama sangat penting artinya dalam membina kehidupan keluarga yang harmonis dan manusiawi berdasarkan Dharma.
Adapun syarat-syarat terjadinya perkawinan adalah:
1.      Sehat jasmani dan rohani
2.      Hidup sudah mapan
3.      Saling mencintai
4.      Mendapat persetujuan dari kedua belah pihak baik keluarga dan orangtua.
Didalam masa Grahasta inilah seorang Grithasthin dapat melaksanakan tugasnya dengan sempurna, salah satunya dapat melaksnakan Tri Rnam secara lengkap. Tri Rnam adalah tiga hutang yang harus dibayar ditebus dalam kehidupan ini, yaitu:
1.      Dewa Rnam adalah hutang jiwa (hidup) kepada Sang Hyang Widhi Wasa
2.      Rsi Rnam adalah hutang ilmu pengetahuan kepads Maha Rsi
3.      Pitra Rnam adalah hutang jasa kepada leluhur dan orang tua.
Ketiga hutang itu dapat ditebus melalui pelaksanan Panca Yadnya hidup berumahtangga dinyatakan amat penting karena seluruh lapisan atau golongan dapat hidup dengan menerima bantuan dari kepada rumah tangga, hal ini disebutkan dalam Kitab Manawa Dharma Sastra III.77 dan 58.
3.      Wanaprastha Asrama
Wanaprastha adalah merupakan jenjang ketiga dari catur asrama atau sering juga disebut Wanaprastha Asrama. Wanaprasta terdiri dari dua kata yaitu ” wana ” yang artinya pohon, kayu, hutan, semak belukar dan ”prasta” yang artinya berjalan, berdoa. Jadi wanaprasta artinya hidup menghasingkan diri ke dalam hutan. Mulai mengurangi hawa nafsu bahkan melepaskan diri dari ikatan duniawi.  Warna hidup umat dalam memasuki jenjang ini berbeda dengan paa masa Grahasta asrama. Kalau dalam grahastha asrama seseorang giat bekerja, mengabdi untuk mendapatkan bekal hidup baik bersifat rohani dan lebih-lebih lagi yang bersifat Artha. Namun, dalam tingkatan Wanaprastha Asrama perlahan-lahan seseorang itu mulai mengasingkan diri dari kesibukan duniawi, namu masih tetap berkewajiban melaksanakan Panca Yadnya.  Menurut kitab Nitisastra masa Wanaprasta kurang lebih 50 – 60 tahun. Manfaat menjalani jenjang Wanaprastha adalah:
a.       Untuk mencapai ketenangan rohani
b.      Manfaatkan sisi hidup di dunia untuk mengabdi kepada masyarakat.
c.       Melepaskan segala keterikatan duniawi

4.      Bhiksuka Asrama
Jenjang terakhir dari Catur Asrama disebut Bhiksuka atau Sanyasin. Kata biksuka berasal dari kata biksu yang merupakan sebutan pendeta Buda. Biksu artinya meminta-minta. Jadi Bhiksuka artinya masa hidup sebagai seorang peminta-minta aytau pengabdian kepada masyarakat, lepas dari ikatan keduniawian dan mengabdi untuk kesejahteraan dan kebahagiaah umat manusia. Dapat dikatakan warna hidup warna hidup dalam jenjang Wanaprastha. Perilaku seseorang yang sedang mengikuti masa Bhiksuka mengalami peningkatan lebih lanjut, terkait dengan mengurangi kegiatan sosial keduniawian. Hal semacam itu sudah terbiasa dan sering dilakukan oleh para pengikut fase Bhiksuka. Sehingga dalam jenjang Bhiksuka ini melepaskan segala kegiatan dan ikatan keduniawian secara tuntas sudah menjadi kewajibannya. Seorang Bhiksuka tidak pernah bermaksud untuk mengabaikan kewajiban-kewajiban sucinya (apamada) seperti melakukan yoga dan semadhi. Ciri-ciri seorang biksuka :
-   Selalu melakukan tingkah laku yang baik dan bijaksana
- Selalu memancarkan sifat-sifat yang menyebabkan orang lain bahagia.
-   Dapat menundukkan musuh-musuhnya seperti sadripu (kama:nafsu, loba:tamak/rakus, kroda:marah, moha:bingung, mada:mabuk, matsyarya:iri hati).


Demikian ajaran Catur Marga Yoga dan Catur Asrama dalam ajaran Hindu. Kedua ajaran ini merupakan jalan menuju kebahagiaan yang kekal dan abadi, dimana atama dapat menyatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (mencapai Moksa) dan dijalankan dengan penuh kesungguhan hati dan Sradha yang mantap.
oLEH :
Ni Komang Ayu Mas Darmayanti          
  Ni Made Astini                                       
Komang Yungki Anjarsari                      
 Ni Luh Nopita Windiani                    

0 comments:

Posting Komentar